Senin, 02 Desember 2013

cara membuat edmodo pada siswa

http://1.bp.blogspot.com/-KlkVjY8HXwg/UG6AoNtSRdI/AAAAAAAABD0/BQ8Mts_ipL4/s1600/edmodo+sman+1+magetan.JPG

Blog BianBiun - Nah kalau kemarin kita sudah membuat kelas di edmodo sekarang akan

saya tulis cara registrasi siswa untuk masuk ke kelas yang kita buat. Perlu diingat sebelumnya

pengajar sudah memberikan kode kelas kepada siswa. Kalau sudah tahu kodenya ikuti

langkah berikut :

Buka www.edmodo.com, Pilih " I'm a Student "
http://2.bp.blogspot.com/-f2i3Do1YC_M/UG-ClUVEqMI/AAAAAAAABEc/0zt2AHHYegw/s1600/cara+mendaftar+edmodo+untuk+siswa.JPG

Kemudian isilah option yang ada disitu. Masukkan kode yang diberikan oleh guru mu di

kolom kode, kemudian isi username dan password untuk login (jangan sampai lupa karena

akan digunakan terus pada saat login ke akun edmodo anda). isikan email, nama depat dan

nama belakan (ingat wajib di isi nama asli ya, jangan pakae nama alay seperti slamet yang

tercakiti dll). Kalau sudah klik Sign Up.
http://2.bp.blogspot.com/-slsbhxmAG7s/UG-C9Xgr-lI/AAAAAAAABEk/xIz73gFcB3c/s1600/cara+mendaftar+edmodo+untuk+siswa+2.JPG

Dan akhirnya anda sudah masuk di kelas anda. Selamat ya :-)

Untuk menggati foto, silahkan pilih menu Account yang ada di pojok kanan atas, kemudian

pilih setting.

 http://1.bp.blogspot.com/-Wkf_OPWWHFw/UG-DWqttpVI/AAAAAAAABE0/NJKpPm8XHWs/s1600/cara+mendaftar+edmodo+untuk+siswa+4.JPG

 Untuk mengupload foto silahkan pilih browse di User Photo. Jangan lengkapi data anda di

kolom User Information yang ada dibawahnya, kalau sudah pilih save personal info.
http://2.bp.blogspot.com/-ieDLVsyPqug/UG-Drss6O0I/AAAAAAAABE8/604mo2OeDGs/s1600/cara+mendaftar+edmodo+untuk+siswa+5.JPG

Gimana caranya kalau pingin posting atau istilah kerennya "nyetatus"... Tapi perlu diingat

loh ya, nyetatus di edmodo jangan disamakan ketika kalian nyetatus di facebook. Disini

adalah kelas virtual kita, jadi gunakan untuk bertanya, pemberitahuan, pengumuman dll yang

berhubungan dengan pelajaran, tugas ataupun sekolah. Oke broo? :-)
http://2.bp.blogspot.com/-XmyrO-qDq_w/UG-EEzqMd-I/AAAAAAAABFE/-dnlIMuZ4FE/s1600/cara+mendaftar+edmodo+untuk+siswa+6.JPG

Untuk nyetatus disini caranya hampir sama dengan facebook..tuliskan status/komentar mu di

Post, kemudian kalau ingin menyertakan file, link atau library tinggal pilih yang dibawahnya

itu (misal pingin melampirkan gambar atau pdf atau word dll). Kalau sudah klik di kolom

send to, nah disitu nanti akan muncul daftar orang yang ada di kelas itu, tinggal dipilih ingin

di kirim ke salah satu orang atau ke semua atau ke gurunya (di klik saja), kalau sudah pilih

send.

Kamis, 19 September 2013

dia cinta pertamaku



Pertama kali aku jatuh cinta dulu waktu umur 10 tahun. Waktu itu rasanya masih terlalu cepat untuk anak seumuranku mengenal cinta. Pada umur 10 tahun itu pula, aku pertama kali mengenal kata pacaran. Sebut saja dia cinta pertama sekaligus pacar pertama untukku. Karena namanya anak-anak, pacarannya juga seolah main-main dan kekanak-kanakan. Tapi perasaan itu seakan masih membekas sampai sekarang. Kenangan kebersamaannya juga seakan masih teringat jelas. Aku pikir itu bukan cinta biasa.
Sekarang umurku belum genap 16 tahun. Lima tahun lebih berlalu semenjak itu. Hubungan yang dijalin itu memang telah berakhir dua tahunan yang lalu, saat aku dan dia memutuskan berpisah. Waktu saat kami mulai sama-sama memasuki bangku SMP. Pemikiran yang dewasa memang saat aku berpikir bahwa aku tidak begitu lagi mencintainya.
Ternyata perpisahan waktu itu bukan pilihan yang tepat. Tanpa kusadari di hatiku masih ada dia, entah itu karena aku melihatnya setiap hari atau apa tapi bisa jadi karena kami masih satu sekolah. Mungkin karena tidak terlalu besarnya cintaku padanya, aku pun seolah acuh pada hatiku yang mengatakan aku masih mencintainya. Dan aku pun menjalin hubungan dengan seseorang, seseorang yang pada akhirnya membuat aku menunggu sangat lama, seseorang yang seolah mempermainkan aku dan seseorang yang membuat aku menyesal telah mengabaikan perasaan bahwa aku masih mencintainya, cinta pertamaku. Tidak tidak, itu bukan sebuah penyesalan yang pantas disesali.
Dan untuk ketiga kalinya, aku kembali menjalin hubungan. Aku seperti menjadi orang jahat waktu bersamanya, selalu melakukan tindakan sesukaku. Huh, aku seolah melampiaskan perasaanku pada orang ini. Tapi mengapa dia teramat baik untuk itu? Apakah bila aku kembali memutuskannya, dia akan baik-baik saja? Aku hanya tak ingin kembali menyakitinya oleh karena sifatku yang seperti ini. Mungkin memang aku aneh, tapi dibalik itu semua aku menyayanginya.
Aku tidak terlalu mempercayai itu cinta. Karena aku juga dibesarkan di keluarga yang tidak terlalu banyak cinta. Aku mungkin seorang yang kesepian, seorang yang hanya bisa memendam semuanya sendiri. Bagaimana dengan orang yang kusebut sahabat? Berpikir mereka memiliki masalahnya masing-masing, itu tak masalah jika aku tidak begitu mau berbagi masalahku.
Hari-hariku ku jalani dengan selalu berharap bahwa esok akan lebih baik. Selalu berusaha menunjukkan bahwa hidupku tidak memiliki masalah dan aku orang yang paling bahagia di dunia ini serasa melelahkan. Semuanya kebohongan. Saat hatiku merasa lelah dengan semua ini, saat itu pula aku selalu merindukannya. Dia yang biasanya menyandarkan bahunya untukku saat aku merasa sedih. Dimana dia saat ini? Mengapa aku terlambat menyadari bahwa dia teramat berarti untukku.
Otakku menjadi bingung saat aku memikirkan mengapa aku bersedih saat aku mengetahui dia sudah memiliki kekasih baru dan sangat senang jika suatu hari dia berpisah dengan kekasihnya itu. Ada apa denganku? Padahal jelas-jelas aku mengatakan aku tidak begitu menyukainya lagi. Tapi mengapa saat dia menatapku, hatiku seolah masih bergetar? Dia, cinta pertamaku, mengapa sekarang dia menjadikan aku orang yang egois? Aku hanya ingin dia mencintaiku, aku hanya ingin hanya aku di hidupnya padahal cintaku sendiri tidak sepenuhnya untuknya, hatiku bahkan sekarang seolah mengatakan aku mencintai orang lain. Tapi mengapa dia seolah abadi dalam hatiku ini?
Hingga suatu saat orang lain yang kucintai itu memilih pergi meninggalkanku. Aku merasa sedih, hatiku seolah hancur. Orang lain itu mengapa seenaknya untuk datang pergi, mengapa orang lain itu selalu menghancurkan hatiku dan kemudian memperbaikinya. Dan mengapa orang lain itu seperti telah menjadikan aku orang yang sangat mencintainya. Tidak, orang lain itu bukan menjadi orang lain lagi, orang lain itu telah menjadi orang yang penting di hidupku. Otakku tidak begitu hebat untuk bisa mengerti hati, bahkan tentang perasaan ini masih sulit dimengerti. Saat aku mengatakan aku mencintainya, tapi hatiku juga menegaskan bahwa di sisi lain nama cinta pertamaku itu masih belum hilang. Oh Tuhan, mengapa saat hatiku hancur karena orang lain itu, Kau malah mengirimkan dia “cinta pertamaku” untuk menghiburku.
Dia kembali mengatakan bahwa dia masih mencintaiku. Kata-kata itu seperti menjadi alasan aku tersenyum namun tidak begitu ku indahkan. Aku buat dia menunggu, padahal aku tau jawaban hatiku yang tak bisa menerimanya lagi. Ya, sampai suatu saat orang lain yang begitu aku cinta itu datang kembali. Entah karena aku bodoh atau apa, aku menyambutnya dengan penuh senyuman dan kebahagiaan. Aku meninggalkan dia “cinta pertamaku” karena orang lain tanpa berpikir apa yang akan terjadi padanya. Tapi dia tidak pernah bosan datang dan datang lagi kepadaku dan aku pun selalu menolaknya.
Hingga suatu ketika dia datang lagi tapi bukan untuk mengatakan “dia mencintaiku” melainkan orang lain. Dadaku terasa sesak saat itu dan hatiku seakan sakit. Bagaimana mungkin aku seperti? Mengapa aku begitu egois. Tidak selamanya dia akan selalu mencintaiku, tidak selamanya dia rela menunggu. Aku hanya bisa menahan tangis dan mengatakan “Berbahagialah. Aku tau suatu saat nanti kamu pasti menemukan orang yang lebih dari aku”. Dia hanya membalas dengan senyum, dan aku melanjutkan dalam hati “Tapi bisakah walaupun kau mencintai orang lain saat ini, aku akan selalu ada di hatimu itu dan selalu abadi disitu”.

lidah doni



Lidah itu lunak. Tak bertulang. Susah diatur. Semaunya saja. Beda dengan mata. Bisa dipejam. Kalau tak mau melihat. Beda dengan hidung. Bisa ditutup. Jika tak mau menghirup. Tapi lidah lain. Susah dikendalikan. Susah sekali. Juga bagi Doni. Padahal Doni masih muda. Usianya belum senja. Belum pula kepala dua.
Doni hanya anak remaja. Punya banyak mimpi. Punya banyak cita-cita. Tapi inilah kendalanya. Lidahnya tak bisa diatur. Mau tampil terus. Seperti tak diurus.
Suatu kali Marwan masuk ke kelas. Sepatunya baru. Semua mata menuju. Mata Doni juga. Semua memuji.
“Sepatu yang bagus” kata seorang teman.
“Pasti beli di luar negeri” kata teman yang lain.
“Ah, biasa paling minjem. Punyaku lebih keren asli buatan Italy” suara itu tiba-tiba memecah kebisingan. Doni terkejut. Lidahnya berulah lagi. Padahal sepatu Doni sudah butut. Tak layak lagi disebut sepatu. Butut dan layak disejajarkan dengan batu.
Semua mata memandang Doni. Tapi semua seperti maklum. Pasti Doni asal ngomong. Pasti lidah Doni berulah lagi. Tak ada yang memandang ke bawah. Mencari tahu soal sepatu Italy. Sepatu yang jadi sesumbar Doni.
Kali lain, Deasy tampil mengenakan baju baru. Di sekolah Doni tiap hari Sabtu semua memakai baju bebas. Tak ada seragam hari itu. Deasy tampak anggun dengan baju barunya. Semua memuji. Semua memandangnya dari bawah ke atas. Memuji gaun Deasy. Gaun yang membuat Deasy tampak bak bidadari. Begitu juga Doni. Melihat dan ingin memuji.
“Paling beli di pasar kaget. Itu lho yang jual pakaian bekas..” suara itu keras terdengar. Doni saja terkejut. Tangannya refleks menutup mulutnya. Lidahnya berulah lagi. Kali ini hasilnya tragis. Deasy menangis. Teman-teman kesal. Menunjuk-nunjuk Doni.
Doni kecut. Merengut. Bangun dari bangkunya. Keluar kelas. Menuju kamar mandi. Doni diam di kamar mandi. Berdiri di depan kaca.
Kaca itu jelas memantulkan siapa saja yang di depannya. Kali itu hanya Doni. Tak ada anak lain. Semua diam di kelas. Hanya Doni di kamar mandi.
Doni membuka mulutnya. Setelah melihat ke kanan dan kiri. Satu per satu diperhatikannya isi mulutnya. Tak ada yang aneh, pikir Doni. Tapi kemudian Doni terhenyak. Lidahnya tampak menjulur keluar. Padahal itu tak diinginkannya. Lidah itu menjulur keluar seperti mengejek Doni. Meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri. Doni berusaha mengatupkan mulutnya. Tapi lidah itu meronta, tak ingin dikekang. Tak ingin masuk mulut. Akhirnya Doni memaksa mengatupkan mulutnya. Lidah itu terluka. Tergigit oleh gigi taring Doni.
Diambilnya tisu. Disekanya bekas darah yang keluar dari sudut bibirnya. Perlahan Doni berjalan kembali ke kelas.
Di rumah Doni sendu. Siapapun menyapa tak dijawabnya. Tak juga mamanya yang menatap Doni heran. Tapi mamanya tahu. Ini pasti ulah lidah Doni. Kejadian ini sudah sering. Lidah itu berulah lagi. Kali ini Doni benar-benar sedih. Didiamkannya saja anaknya itu. Nanti saja kuhibur dia, pikir mama Doni.
Orang tua itu mengetuk pintu. Pintu dibukakan. Mama Doni tersenyum padanya. Orang tua itu masuk ke dalam rumah. Duduk di ruang tamu. Tak lama sirup dingin keluar. Tersaji bagi si orang tua. Kerongkongan kering perlahan jadi ramah. Oleh segarnya air sejuk manis sirup belewah. Mama Doni tampak menemaninya. Mereka bicara serius. Rupanya tentang Doni.
Beberapa tahun lalu Doni tidak begini. Lidahnya ramah dan selalu memuji. Tapi satu peristiwa mengubah Doni. Pengemis di depan sekolah sakit hati. Doni tak memberi uang pembeli nasi. Doni iba saat itu. Tapi tidak dengan teman-temannya saat itu. Semua kompak mengejek sang pengemis. Doni waktu itu hanya diam. Tak dibelanya si pengemis. Tak diturutinya pula ejekan teman-temannya. Tapi Doni yang kena tulah. Si pengemis berkata-kata. Dalam bahasa yang tak dimengerti mereka. Setelah itu air tersembur. Semua lari. Doni tak sadar. Tak diperhatikannya arah semburan. Semua kena padanya. Sejak itu lidahnya berulah. Tak mau diatur. Sesukanya berkata-kata.
Sore itu segera berlalu. Doni pilu. Karena lidah yang berulah. Makan malam terasa tak sedap. Tidur pun jadi asa lelap. Doni larut dalam sedih menatap nasib karena lidah. Apa lagi yang akan terjadi besok? Pikirnya.
Pagi harinya Doni masih sedih. Sarapan pagi disantap ala kadarnya. Tak dinikmatinya roti isi sosis itu. Hanya dimakan tanpa dirasa.
“Ma, Doni jalan dulu…” kali itu Doni bisa permisi pada mamanya. Padahal kemarin-kemarin bukan kata permisi yang keluar tapi perintah ini itu pada mamanya. Bersihkan kamar lah, belikan ini lah, belikan itu lah, dan lain-lain. Doni heran. Apa lidahnya sudah membaik?
Di sekolah Doni hanya diam. Teman-teman menjauhinya. Takut dikata-katai. Takut kecewa mendengar kata-kata Doni. Tapi lidah itu tak berulah kali ini. Doni tetap diam sampai akhirnya gurunya bertanya. Doni menjawab. Jawabannya lugas. Persis apa yang dimaui gurunya.
“Jawaban yang sangat cerdas Doni!” puji gurunya. Doni bingung. Teman-teman Doni juga bingung. Tapi bingungnya tak lama. Tepuk tangan terdengar membahana.
Hari terus berlalu. Pergantian pelajaran mengulang peristiwa yang sama. Doni tampil bak bintang kelas. Semua pertanyaan dijawab tuntas. Lengkap dan benar-benar jelas.
Hari itu Doni sangat gembira. Teman-teman mulai mendekat. Semuanya tampak ceria.
“Wah, hebat Doni, ada apa ya? Kok kamu bisa tiba-tiba berubah gini?” hanya itu pertanyaan teman-teman. Doni tak bisa menjelaskan. Hanya tutur maaf yang terucap. Mohon maaf atas perkataanku selama ini ya, hanya itu yang bisa Doni katakan.
Menuju rumah Doni tampak senang. Di tepi jalan tak sengaja Doni melihat. Pengemis yang dulu dihina oleh teman-temannya. Pengemis yang berkata-kata tak dimengerti yang lalu menyemburkan air. Doni mendadak ketakutan. Tapi pengemis itu tampak tersenyum. Doni menatap singkat pengemis itu. menundukkan kepala tanda permisi. Pengemis itu hanya tersenyum.
Di rumah secangkir sirup blewah sudah menunggu. Mama Doni menyambutnya ceria. Doni tersenyum menatap mamanya.
“Ma, hari ini lain Ma” kata Doni, “Lidah tak berulah Ma…” mama Doni hanya tersenyum. Dirapikannya meja makan. Disiapkannya makan siang untuk Doni.
Sambil makan Doni melihat ke luar jendela. Pemandangan yang membuat Doni kaget. Pengemis itu ada di luar. Tapi tak menatap Doni. Pengemis itu terlihat sibuk. Rupanya dia sedang merapikan taman.
“Ma, itu siapa yang diluar sana?” tanya Doni. Mamanya lalu menjelaskan. Itu adalah seorang pengemis. Sudah lama pengemis itu mencari seorang anak. Katanya anak itu telah salah kena tulah. Ciri-cirinya mirip Doni. Ketika suatu kali melihat Doni, orang tua itu mengikuti Doni pulang. Lalu bertemu mama Doni. Orang tua itu butuh pekerjaan. Mama Doni menyambutnya baik. Pekerjaan tukang kebun pun diberikan. Orang tua itu kemudian mengaku salah. Menggunakan ilmu bukan untuk kebaikan. Malah untuk tulah. Sayang kena anak yang salah. Sejak itu dia berjanji tak akan main-main ilmu lagi. Pengalaman dengan Doni sudah membuka matanya.
Begitu penjelasan mamanya selesai, Doni langsung keluar. Disapanya orang tua itu. Orang tua itu bukan lagi pengemis. Dia tukang kebun Doni sekarang. Doni minta maaf padanya. Minta maaf atas perlakuan teman-temannya dulu. Minta maaf karena waktu itu Doni tak bisa mencegah teman-temannya menghina si pengemis. Orang tua itu tersenyum. Ditepuknya pundak Doni. Mereka pun saling bercerita. Doni senang. Lidahnya tak berulah lagi. Mudah-mudahan tak ada lagi orang yang sakit hati. Karena asal bicara. Asal ngomong. Tak peduli kalau ada yang sakit hati. Mudah-mudahan!

Senin, 18 Maret 2013

WHEN THE TIME COMES

WHEN THE TIME COMES
Cerpen Romantis
Oleh Bella Danny Justice

“if i tell you...
Will you listen?
Will you stay?
Will you’d be here forever?
never go away...”
(Within Temptation – Bittersweet)

Sudah lama Myca memendam perasaan cintanya kepada Michael yang juga teman sekelasnya pada masa SMA dulu, namun kesempatan bagi dia untuk mengutarakan isi hatinya tak pernah tersampaikan. Michael memanglah teman sekelas Myca, tetapi mereka jarang sekali berinteraksi atau hanya sekedar bertegur sapa. Michael adalah sosok yang pendiam dan cool sehingga ia diidamkan banyak perempuan-perempuan di sekolah, dia tampan dan paling pintar dalam bidang olahraga. Banyak wanita yang berangan-angan ingin menjadi pacarnya, dan tidak sedikit yang berani mengungkapkan perasaannya kepada Michael secara terang-terangan, tetapi hasilnya begitu mengejutkan sekaligus membuat rasa penasaran Myca memuncak akan diri seorang Michael. Laki-laki itu tidak pernah menerima salah satu pun dari mereka dan ia belum pernah berpacaran.

Myca menyadari rasa sukanya semakin mendalam ketika pemakaman ayah Michael yang meninggal karena sakit keras. Ia merasa sangat terpukul seakan ikut memikul beban kesedihan yang dialami Michael waktu itu. Air matanya menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak mampu menahan rasa ibanya saat melihat wajah Michael yang suram lagi di rundung duka. Momen itu adalah kenangan yang paling tidak terlupakan bagi Myca, tetapi kenyataan pahit harus ia telan bulat-bulat. Kini tak ada lagi Michael yang ia kagumi. Hari-hari di sekolah bersama, masa-masa Ujian Nasional, sampai pada acara perpisahan ke puncak... semua itu telah berlalu dan menjadi sebuah memory manis yang akan selalu terekam di kepala Myca.

Dunia nyata sudah di depan matanya. Setelah lulus SMA ia memutuskan melanjutkan kuliah di Jerman. Dan dengan jalan ini pula ia berharap dapat melupakan sedikit demi sedikit, perlahan demi perlahan bayangan Michael yang hadir dalam mimpinya setiap malam. 4 tahun menetap dan belajar di Jerman pun rupanya belum cukup untuk menghapus Michael dari kehidupannya secara utuh, akhirnya Myca kembali ke Indonesia dengan menyandang gelar .Ing pada namanya sebagai bentuk ketuntasan ia menyelesaikan program study S1-nya.

Wanita yang memakai sweater biru tebal dan syal berwarna cream itu menghela nafas panjang sesampainya ia di bandara. “haaahh, ich komme... gumamnya menggunakan bahasa Jerman. Di sana telah menunggu seseorang yang menjemputnya, pria itu nampak gusar memperhatikan sekelilingnya, ia hanya mondar-mandir-duduk-berdiri dan menoleh ke kanan-kiri. “Hey, Myca! Sebelah sini!” teriaknya dengan lantang ketika mendapatkan sosok yang ia cari sedari tadi. Saat mendengar ada yang memanggil namanya, Myca menggiring kopernya dan menghampiri orang tersebut.

“Wer sind Sie bitte?” tanya Myca masih menggunakan bahasa Jerman. Ia heran mengapa pria ini mengetahui namanya, ia takut orang ini adalah orang jahat, itu sebabnya ia tidak berbahasa Indonesia.

Wajah pria itu terlihat kosong. Ia tidak mengerti maksud perkataan Myca. Ia menaikan satu alisnya dan mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk seperti orang yang sedang berfikir. “hmmm... baiklah akan ku coba! Mein name ist Hyou, es freut mich Sie kennenzulernen.” Kemudian laki-laki itu tersenyum lebar ke arah Myca dan membuat Myca benar-benar bingung.

“tidak buruk. Tapi aku tidak mengenalmu, jadi minggirlah dari jalanku.” Myca menggandeng genggaman koper besarnya dan bersiap melangkah pergi dari sana, tapi pria itu kembali menghalanginya dan ia tidak membiarkan Myca lewat.

Wajahnya memerah menahan kesal, ia mendekatkan mukanya ke pria itu. “apa mau mu?! Jangan membuatku naik darah!” gertaknya tegas.

Hanya dengan satu kali hardikan Hyou langsung menyingkir dari hadapan Myca dan membiarkan wanita itu berjalan melewatinya. “apa kau lupa siapa aku?!” sahutnya yang seketika menghentikan langkah kaki Myca. Dengan berat hati ia menoleh ke arah pria bernama seperti orang keturunan Jepang tersebut namun tiba-tiba saja sebuah pelukan sudah melayang di tubuhnya.

“apa kau tidak ingat aku Myca?! aku Hyou! Aku teman masa kecilmu dulu!” ujar Hyou berusaha mengingatkan Myca tanpa melepas dekapannya.

Myca mendorong kasar pundak Hyou dengan kedua telapak tangannya untuk melepaskan pelukan yang menurutnya menjijikan itu. “kau sudah gila?! Aku tidak punya teman bernama Hyou!”

###
Kejadian kemarin berhasil membuat mood Myca berantakan. Baru saja ia kembali menginjakkan kakinya di Indonesia ia sudah bertemu orang gila yang mengaku teman masa kecilnya dulu. Myca berkutat dengan fikirannya semalaman dan ia yakin betul bahwa ia tidak pernah memiliki teman dengan nama Hyou. Ia memikirkan pria itu bukan karena perduli, tapi hanya ingin memastikan kalau ingatannya masih bagus. Mana mungkin aku tidak ingat dengan temanku sendiri? Kalau ia benar temanku pasti aku tidak akan lupa padanya. Katanya dalam hati.

Hari ini Myca berencana pergi ke rumah Elizabeth teman semasa SMA-nya. Ia memanaskan mesin mobil dan bersiap-siap untuk temu kangen dengan sahabatnya itu. sudah lama sekali rasanya aku pergi, seperti apa ya dia sekarang? Pikirnya.

Myca melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, di otaknya sekarang banyak sekali pertanyaan yang bermunculan terlebih ketika ia melewati sekolah SMA-nya. Entah mengapa rasa rindu itu muncul... ia ingin bisa bertemu dengan Michael, harapannya masih belum berubah baik dulu maupun saat ini. Ia ingin perasaannya terbalas, walau hanya sedikit... ia berdoa agar Michael juga merasakan perasaan yang sama dengannya...

jika tidak ada lagi yang dapat ku percayai di dunia ini, ketahuilah Michael... satu yang akan selalu aku percaya bahwa hatiku tetap menyayangimu...

Pikiran Myca melayang-layang entah ke mana sampai-sampai ia tidak menyadari lampu merah yang menyala dan seseorang hendak menyebrang jalan.

Myca menginjak rem secepat yang ia bisa, ia memejamkan matanya dan berteriak histeris. “aakkkkhhhhhhhh!!!” Myca harap ini tidak terlambat, dia harap dia tidak menjadi seorang pembunuh. Perlahan ia membuka kedua matanya dan melihat seorang pria terduduk di depan mobilnya dan syukurlah tampak tanpa cacat ataupun luka. Sejenak ia terdiam, kedua tangannya yang masih memegang stir mobil bergetar dan berkeringat. Akhirnya Myca melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil dengan terburu-buru kemudian menghampiri orang itu.

Myca menjatuhkan lututnya ke atas aspal lalu menyentuh pundak pria yang hampir ia tabrak dan mengucap penuh rasa sesal. “aku sungguh minta maaf, aku tidak sengaja... tolong maafkan aku...”

Pria tersebut memalingkan wajahnya ke arah Myca dan tersenyum lembut. “tidak apa, aku tau kau tidak mungkin sengaja melakukannya. Aku baik-baik saja dan tidak luka sedikitpun kok.”

“Michael?” ucap Myca dengan pelan. Ia tidak percaya bahwa laki-laki di hadapannya sekarang adalah Michael. Ia ingat dan tidak mungkin salah! Dia Michael! Dia orang yang di sukai oleh Myca! Dan takdir kini mempertemukan mereka kembali...

###
Elizabeth terus membolak-balik majalah Cosmopolitan itu dan sesekali melirik sahabatnya Myca yang diam termenung menopang dagu di depan monitor laptop sambil melihat-lihat foto kenangan masa SMA dulu.
“kau sudah melihatnya ratusan kali, apa tidak bosan?” sindir Elizabeth, ia meletakan majalah itu di atas meja kecil di samping tempat tidurnya dan mendekati Myca.

“apa yang akan kau lakukan ketika kau mengetahui bahwa orang yang paling kau cintai akan segera menikah?” nada datar dan tak bersemangat itu keluar dari bibir Myca. Mulutnya berkata tetapi pandangannya hanya terfokus pada foto Michael di layar laptop yang memakai baju seragam putih abu-abu penuh dengan coretan tanda tangan dan piloks warna-warni. Ya, itu adalah foto kelulusan di mana saat semua teman-teman Myca sibuk bercanda ria tetapi ia tidak bisa ikut merayakannya karna suatu hal.
“merelakannya... itu yang akan aku lakukan jika aku menjadi dirimu.” Katanya singkat dan padat. Rupanya jawaban Elizabeth memberikan reaksi terhadap Myca. Ia menutup laptop itu dan menatap Elizabeth dengan mata nanarnya. “aku serius! Ini bukan hanya sekedar orang yang paling kau cintai, tetapi sangat amat kau cintai!”

Elizabeth tidak menjawab perkataan sahabatnya tetapi ia malah merangkul Myca. Ia tau persis bagaimana perasaan sahabatnya itu akan Michael, ia tau Myca sangat menyukai Michael, tapi tak banyak yang bisa ia lakukan selain memberikan sebuah pelukan untuk Myca meluapkan kesedihannya.

Takdir yang menemukannya dan Michael ternyata menyimpan kejutan besar, khususnya bagi Myca. Setelah kejadian itu Myca sempat berbincang dengan Michael di sebuah cafe. Percakapan yang paling panjang yang pernah terjalin antara ia dan Michael mungkin.

“apa kabarmu? Aku dengar setelah kita lulus SMA kau langsung pergi ke Jerman untuk melanjutkan kuliah?”


“iya, kau betul, aku baru lulus dan pulang dari Jerman kemarin. Aku baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana? Sekarang sedang sibuk apa?”


“aku juga sangat baik. Yaaa... seperti biasa, aku sibuk bekerja dan sedang mempersiapkan acara pernikahan.”


“oya? Maaf aku tidak bisa lama-lama, ibuku pasti mengomel kalau aku terlalu lama berpergian. Aku pulang dulu ya. Bye”


“tunggu Myca! boleh aku tau nomer telfon mu?”


“ya, tentu.”

Wanita itu berfikir apa spesialnya sebuah nomer telfon? Lagipula Michael pasti tidak akan menghubunginya. Ya, karena dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan perempuan yang ia cintai. Sakit sekali hati Myca begitu mendengar ucapan itu terlontar dari mulut Michael. Disaat harapannya terkabul tetapi ia harus menelan kenyataan yang memilukan... rasanya perih seperti tertusuk duri bunga mawar yang indah namun mampu melukai seseorang yang menyentuhnya.

Ia menyesal mengharapkan untuk bertemu lagi dengan Michael. Ia menyesal dapat melihat Michael kembali. Jika bisa ia memutar waktu, ia ingin tetap berada di Jerman dan tidak kembali untuk selamanya, membiarkan perasaannya tersiksa setiap hari dari pada harus mengetahui berita tak mengenakkan ini.

###
Benda kecil yang terus berdering itu memaksa Myca yang masih terlelap untuk bangun dari tidurnya. Tangannya meraba-raba pada meja di samping ranjang dan meraih benda tersebut. Myca mengusap-usap matanya beberapa kali lalu membukanya. Ia melihat sebuah pesan dari nomer tak di kenal bertuliskan :

Guten Morgen Myca, ini aku Michael, aku ingin mengajakmu keluar malam ini, apa kau ada waktu?

Saking terkejutnya Myca, ia langsung bangun dari posisi tidurnya dan membalas pesan dari Michael :

Aku tidak tau ternyata kau bisa bahasa Jerman juga haha baiklah, aku bisa. Jam berapa dan di mana tempatnya?

Beberapa saat kemudian Michael membalasnya :

Tidak, aku tidak bisa bahasa Jerman, hanya itu yang aku tau hahaha jam 7 di cafe tempat waktu itu kita bertemu, ok?

Myca membalas pesan itu lagi :

Ok. Baiklah, bis später

Yang ada di dalam pikiran Myca sekarang adalah “Berpenampilan sebaik mungkin!” anggap saja ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Michael karena setelah acara makan malam ini pasti tidak ada lagi kesempatan ia untuk berjumpa dengan pria pujaannya itu. Michael pasti akan sibuk dengan keluarga barunya, istri dan anak-anaknya. Ah, entah mengapa selalu saja hal negative tentang Michael yang terfikirkan olehku. Gumamnya.

Myca tau ini waktunya dia untuk berhenti berharap, ia tidak boleh lagi membuang-buang waktunya untuk Michael yang bahkan tidak mengerti perasaannya sedikitpun. Sepertinya ungkapan “tidak semua impian menjadi kenyataan” memang benar, buktinya ini lah yang sedang terjadi kepada Myca. Hatinya belum sanggup merelakan Michael namun ia harus bisa menerima takdir yang telah digariskan.

Pukul 5 sore ia sudah bersiap-siap dan berdandan secantik mungkin untuk tampil di depan Michael. Pilihannya jatuh pada dress berwarna hitam di atas lutut dengan lengan pendek dan aksen bunga mawar di bagian pinggang. Myca mulai memoles wajahnya dengan foundation dan bedak tipis, ia menambahkan blush on dan lipstick berwarna pink cerah serta tidak lupa membubuhkan eyeshadow glitter pada kelopak matanya juga mascara, sedangkan untuk rambut, ia membiarkannya terurai alami.

Voila! Persiapan kini sudah selesai. Sentuhan terakhir adalah sepatu. Myca memakai heels berwarna hitam dengan bahan suede agar terlihat sederhana. Ia berjalan ke arah cermin besar di dalam kamarnya. Matanya mengerjap-ngerjap tak percaya melihat bayangan seorang perempuan yang begitu cantik di dalam cermin itu. Myca tersenyum geli sambil sesekali merapihkan rambutnya. Beberapa saat kemudian terdengar bunyi klakson dan ia segera turun ke lantai bawah.

“m-maaf membuatmu menunggu.” Ucap Myca sedikit gugup. Michael nampak sangat tampan malam itu, dengan penampilan yang sederhana namun tetap menarik. Ia mengenakan Jersey team bola favoritnya yaitu Barcelona dan celana jeans hitam. Myca rasa akan sulit untuk bisa benar-benar merelakan pria itu seperti yang disarankan oleh Elizabeth.

“tidak apa. Kau cantik sekali Myca, ayo kita berangkat.” Pria itu tersenyum manis lalu membukakan pintu mobil untuk Myca.

Astaga, bagaimana mungkin aku bisa melupakan Michael kalau dia bersikap seperti ini kepadaku?

Di perjalanan menuju restaurant tidak ada di antara mereka berdua yang berani memulai pembicaraan. Baik Myca dan Michael keduanya nampak gugup dan malu-malu untuk membuka mulut. Untunglah jarak restaurant itu tidak terlalu jauh jadi mereka tidak perlu berlama-lama larut dalam keheningan yang membosankan.

Begitu memasuki tempat makan itu Myca dan Michael langsung disambut oleh seorang pelayan yang membawa mereka ke bangku spesial yang telah di pesan Michael. Pelayan itu tersenyum ramah dan mengulurkan daftar menu kepada mereka.

“kau mau pesan apa?” tanya Michael.

“sama sepertimu saja, lagipula aku baru kedua kalinya ke sini, sepertinya kau lebih tau makanan mana yang enak.” Ujar Myca lalu menyerahkan kembali daftar menu pada sang pelayan.

Michael tidak menjawabnya lagi, ia hanya mengedipkan satu matanya memberi tanda kepada pelayan itu untuk meninggalkan mereka berdua. “baiklah, sebelum makanannya datang aku ingin berbicara dulu denganmu.” Kata pria itu sambil mengambil posisi duduk serius.

“hal apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Myca tanpa basa-basi.

Michael tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak kemudian berkata. “aku menyukaimu.”

Oh takdir! Tolong jangan permainkan aku! “kau pasti bergurau.” Kata Myca cuek.

Tidak lama datang seorang pelayan yang membawakan minuman dan makanan untuk keduanya.

“silahkan, selamat menikmati.” Ucapnya. Pelayan itu tersenyum dan segera pergi dari sana.

Michael memandang wajah Myca. Ia menatap mata gadis itu dalam-dalam. “aku serius Myca.” Entah kenapa mendengar pengakuan Michael hati Myca justru merasa sakit. Ia merasa di tipu.

“bagaimana dengan persiapan pernikahannya?” Myca sengaja mengalihkan pembicaraan, ia harap Michael akan mengganti topik pembicaraan mereka.

“ohh soal itu, sudah 80%. Aku harap kau bisa datang menghadirinya.” betul saja! Sepertinya memang Myca harus mengakhiri perasaannya selama ini terhadap Michael.

Bagaimana kau bisa berkata seperti itu padahal kau akan menikah dengan orang yang kau cintai?

Myca beranjak dari tempat duduknya tanpa sepatah katapun. Ia meninggalkan Michael sendiri di restaurant itu. Ia tidak tahan mengahadapi semua cobaan yang datang bertubi-tubi ke dalam hidupnya. Rasanya ingin ia berkata “Dunia, mengapa kau begitu kejam? Tidak adakah belas kasihan untukku Tuhan? Berikanlah aku sedikit kebahagiaan...”

###
“bagaimana kau bisa tau rumahku?! Untuk apa kau kesini?!” pria yang menemui Myca saat di bandara waktu itu datang ke rumahnya. Ia sungguh terkejut bukan main.

“kan sudah ku bilang, aku ini teman kecilmu! Aku Hyou sahabatmu saat kau tinggal di Jepang ketika berumur 5 tahun Myca!” Myca terbelalak mendengar perkataan Hyou yang mengaku sebagai sahabat kecilnya. Ia baru ingat, ia benar-benar lupa! Sudah 16 tahun tetapi pria itu masih ingat dengannya.

Aku tidak menyangka ada orang dengan ingatan yang tajam seperti dia...

Hyou? Apa dia benar Hyou teman kecilnya dulu yang selalu menggendongnya ketika terjatuh dari sepeda? Apa dia benar Hyou teman kecilnya dulu yang memberikan topi rajutnya saat telinga Myca mulai membeku karena musim dingin di Tokyo? Apa dia benar Hyou yang dulu pernah menyatakan cinta padanya saat musim semi di bawa pohon ceri yang bermekaran?

ya Tuhan! Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya! Jahat sekali aku terhadapnya..

“Hyou?” ucap Myca, suaranya yang sangat pelan hampir tak terdengar oleh Hyou. Ia masih belum percaya bahwa pria yang ada di depan matanya benar-benar Hyou teman kecilnya saat berada di Jepang dulu.

Hyou melangkah pasti menghampiri Myca. Tanpa harus di jelaskan ia sudah tau bahwa gadis itu sekarang sedang terkejut bukan kepalang. Hyou menyentuh tangan Myca, ia menatap mata gadis itu lekat-lekat. “aku pindah ke Indonesia sejak kau pergi dari Tokyo, aku selalu mengikutimu selama ini, tetapi aku sengaja tidak mengikutimu ke Jerman karena aku tau kepergianmu ke sana karena seseorang yang sangat kau cintai Myca.”

“Hyou maafkan aku..” tangis Myca yang tersedu-sedu mulai terdengar, ia merasa sangat sedih saat ini. Ia butuh seseorang yang mampu meredakan kepedihan hatinya akan Michael. Ia butuh seseorang! Refleks ia langsung memeluk Hyou dengan erat, tangisnya pecah seketika itu juga, ia tidak bisa lagi menanggung beban ini sendirian.

“menangislah Myca, aku akan selalu ada untukmu... aku akan menemani saat-saat suka dan duka mu, aku tercipta untuk menemanimu... hanya saja aku kurang beruntung karena aku tidak di takdirkan untuk menjadi pendamping hidupmu. Kau harus berusaha agar mendapatkan apa yang kau inginkan, jangan menyerah sedikitpun. Aku yakin nanti akan tiba waktunya bagimu merasakan kebahagiaan..” dalam pelukannya itu Hyou menepuk-nepuk punggung Myca dengan lembut. Ia mencoba menenangkan gadis itu seperti seorang adik, ia sadar perasaanya terhadap Myca tidak akan pernah terbalas. Ia tau hanya ada satu orang yang ada di hati gadis itu.

Kata-kata Hyou membuat Myca sedikit lebih baik. Beberapa saat kemudian ia mulai tenang dan kembali duduk di sofa. “terimakasih Hyou, maaf aku sudah berbuat kasar padamu waktu di bandara.” Myca menghapus air matanya yang sesekali masih mengalir di pipinya dengan punggung tangannya.

Hyou mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya lalu mengusap tangis Myca. “tidak apa, aku tau kau pasti akan lupa karena itu sudah lama sekali. Jadi aku memaafkanmu.” Pria itu tersenyum begitu lebar sehingga matanya yang kecil hanya terlihat seperti garis. Kalau saja ada keajaiban, Myca berharap ia tidak pernah jatuh cinta kepada Michael, dan ia berharap Hyou lah orang yang ia cintai. Jika keadaannya seperti itu, pasti semua akan terasa lebih mudah, tidak menyakitkan seperti yang ia rasakan sekarang.

###
Selama 1 minggu ini sudah kali ke 5 sms dari Michael berdatangan tetapi Myca tidak lekas membalasnya. Bagaimana bisa ia menahan rasa sakit untuk membalas pesan dari pria yang sangat ia cintai itu? hari ini saja pagi-pagi sekali ia sudah mengirim sebuah text :

Myca, acaraku sudah 100% selesai. Aku ingin kau datang hari ini jam 6.30 pm di Hotel Indonesia. Maaf karena aku tidak sempat memberi undangannya karena terlalu sibuk, kau tinggal sebutkan saja namamu kepada pendaftar tamu, dia akan mengizinkanmu masuk. I’ll be waiting~

Apa Michael sengaja? Atau dia terlalu bodoh? Pesan yang ia kirim sungguh menyiksa batin Myca. Hatinya perih teriris sembilu. Dia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Apa ia bisa menghadiri acara pernikahan pria itu? apa ia bisa merelakan semua ini dengan tulus ikhlas? Apa ia berani berhenti dari penantiannya selama ini? Apa seperti ini kah ending kisah cintanya? Ia menghadiri pesta pernikahan seseorang yang sangat amat ia cintai, memberi mereka selamat dan kecupan di pipi kanan dan kiri untuk pengantin wanita, apa ia bisa melakukan itu semua?

Tekad Myca sudah bulat. Ia meyakinkan dirinya untuk yang terakhir kali bahwa ia “BISA” melewati semua ini. Ya, hanya 1 hari ini dan semuanya akan berakhir. Ia tidak akan lagi tersiksa oleh penantiannya yang hanya membuang-buang waktu. Myca meminta Hyou untuk menemaninya pergi ke acara pernikahan Michael. Hyou dengan senang hati menerima ajakan sahabatnya itu, ia tau Michael adalah laki-laki yang sangat di cintai Myca setelah wanita tersebut menceritakan semuanya. Ia paham dan sangat mengerti perasaan Myca yang sedang terguncang.

Jam 6.40 mereka sampai di sebuah ruangan ballroom megah yang bergaya classic. Design pesta pernikahan yang sangat anggun menurut Myca. Matanya menjelajahi setiap sudut ruangan dan interior-interior mewah yang menghiasi gemerlapnya pesta tersebut. Warna gold dan merah yang indah tampaknya membuat Myca terhipnotis sampai-sampai ia lupa akan keberadaan Hyou yang mengamatinya sambil terkekeh.

“kau nampak begitu takjub. Aku pun bisa mengadakan yang seperti ini jika kau memintanya padaku.” Kata Hyou yang diakhiri canda tawanya.

Myca mendengus kesal, ia mempercepat langkahnya menjauhi Hyou dan berniat untuk mengambil segelas minuman yang tersedia di sebuah meja besar namun sepatu haknya menginjak gaun Myca yang terjuntai panjang dan keseimbangannya pun goyah. Ia sudah bersiap untuk menahan malu, ia tau pasti ia akan terjatuh. Tetapi Hyou bergerak cepat dan menahan tubuh Myca.

“kau mungkin bukan jodohku, tapi kau tidak bisa lepas dariku Myca.” Hyou memandang gadis itu beberapa saat. Ia rasa ia sudah gila karena ia benar-benar mencintai orang yang tidak bisa ia miliki.

Myca tidak merespon perkataan Hyou, ia hanya terdiam dan kembali berjalan menuju stand ice-cream di sana. Kalau saja keajaiban itu ada, aku pasti memilihmu Hyou! Tetapi aku tidak bisa. Maafkan aku...

Sudah 20 menit Myca menikmati pesta pernikahan itu namun ia tidak menangkap sosok Michael dan pengantin wanitanya. Matanya masih mencari-cari keberadaan Michael, sedangkan Hyou, ia menghilang entah kemana, Myca pun jadi kesal dibuatnya. Lalu terdengar suara seseorang yang begitu ia kenal memanggil namanya. “Myca, maaf membuatmu menunggu begitu lama. Aku terjebak macet saat menuju ke sini.” Dia datang! Michael terlihat seperti orang yang habis mengikuti lomba lari, ia mengucap dengan nafas yang tersengal-sengal dan nampak sedikit berkeringat karena kelelahan. Tetapi Myca menemukan sedikit keganjilan.

“lalu dimana mempelai wanitmu? Kau tidak pergi bersamanya?” tanya Myca heran.

Michael menatap wanita itu dengan ekspresi aneh. Ia mengerutkan dahinya dan melangkah mendekati Myca. “mempelai wanita? Apa maksudmu Myca? aku menyuruhmu datang ke sini untuk menunjukan hasil kerjaku sebagai Event Organizer suatu acara, dan aku di percayai menangani proyek ini.” jelas Michael.

“jadi ini bukan acara pernikahanmu?!” tanya Myca masih tidak percaya. Ia speechless tak dapat berkata apa pun selain meragukan penjelasan Michael.

“pernikahan?” katanya kebingungan, tak lama Michael tertawa terbahak-bahak. Ia mengerti sekarang mengapa waktu itu Myca beralasan ingin cepat pulang saat pertama kali mereka berjumpa dan mengapa Myca meninggalkannya saat mereka dinner. Michael memperhatikan wajah wanita itu merah padam menahan malu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa sukanya lagi, Michael menyukai Myca!

Pria itu menyentuh dagu Myca dan mengangkat perlahan wajahnya yang tertunduk pada karpet merah tempat mereka berdiri. “Myca, dari dulu... aku menyukaimu sejak dulu. Aku ingin kau tau semua ini, aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku selamanya dari mu dan menghindarimu. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatanku seperti waktu kita SMA. Dulu aku terlalu naif untuk mengakui bahwa aku menyukaimu, tetapi sekarang aku ingin kau mengetahuinya... aku mencintaimu Myca, kau wanita yang sangat aku cintai. Aku beruntung bisa bertemu lagi denganmu, karena itu aku tidak akan membuang kesempatan ini. Aku tidak mau lagi bertindak bodoh...” kata-kata Michael terhenti ketika Myca melayangkan pelukannya. Wanita itu menangis, tetapi Michael dapat merasakan bahwa itu adalah tangis kebahagiaan, itu adalah tangis dari penantiannya yang begitu mengharu biru.

Michael melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Myca, sedangkan Myca merangkul leher Michael. Pelukan itu terasa amat nyaman bagi Myca, ini lah yang ia dambakan... ini lah yang ia harapkan... ini lah yang ia impikan selama ini... dan ini lah doanya...

Tuhan maafkan aku yang sempat meragukanmu, ternyata selama ini kau begitu baik terhadapku... mengetahui bahwa ia juga mencintaiku adalah sebuah anugrah yang tak ternilai... sekarang aku tau mengapa Kau memberikan cobaan-cobaan itu kepadaku... aku sadar semua indah pada waktuNya...

Hyou.. ia mengintip kemesraan di antara Michael dan Myca dari balik dinding itu. Sekarang ia bisa bernafas lega karena Myca akhirnya mendapati apa yang ia inginkan. Kini tugasnya untuk menemani Myca telah selesai, ia mempercayakan wanita itu dalam tangan Michael. Ia yakin Michael dapat menjaga Myca sebaik ia dulu pernah menjaganya.

“Myca, tugasku menemanimu sudah selesai, sekarang aku bisa kembali ke Jepang dengan tenang. Berbahagialah dengan orang yang kau cintai. Aku akan selalu mengingatmu dan aku harap kau juga tidak akan pernah melupakanku lagi kalau suatu saat aku kembali hehe”

With Love,
Izukama Hyou

Myca meneteskan air mata ketika membaca baris pertama surat dari Hyou itu, namun kelanjutannya ia tertawa kecil sambil tersenyum mengingat pertemuannya dulu saat di bandara. “Hyou-san, arigatou gozaimasu.” Ucapnya pelan.
END


Kenangan Yang Hilang

KENANGAN  YANG  HILANG

Cerpen Kenangan
Cerpen karya Natania Prima Nastiti
Hujan turun saat aku sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku duduk di kursi tunggu, menunggu Papa menjemputku. Sekitar sejam lebih aku menunggu. Aku juga tampak bosan. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan keliling Bandara. Saat akan berdiri, tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku langsung berbalik badan. Kulihat lelaki seumuran denganku tersenyum ramah kepadaku. “Mbak Vega ya?” tanyanya ramah. Kemudian aku mengangguk menjawab pertanyaan itu. “Saya supirnya Pak Broto, maaf lama menunggu, Jakarta macet, Mbak. Mari saya anter ke mobil” ucapnya lagi. Kemudian lelaki itu berjalan duluan kearah parkiran diikuti denganku.

Sesampainya di rumah, Mama dan Papa menyambutku dengan gembira. Bukannya aku tidak senang, tapi kali ini aku benar-benar capek. Perjalanan Amerika-Jakarta cukup membuatku lelah. Duduk berjam-jam membuatku ingin segera berbaring di kamar. Mama dan Papa mengerti dan segera mengantarku ke kamar tidurku dulu. Kemudian mereka segera pergi dan menyuruhku istirahat penuh. Kulihat kamarku ini tidak berubah. Hanya sprainya saja yang berubah warna. Tiba-tiba, aku ingat lagi wajah lelaki yang mengaku supir Papa itu. Umurnya padahal sama denganku, tapi kenapa dia malah bekerja? Apa dia tidak kuliah? Tapi kenapa? Apa dia tidak punya uang?, aku terus bertanya-tanya dalam hati.

Tiba-tiba saja aku melihat lelaki itu dari dalam kamar. dia sedang ada di halaman samping rumahku. Tawa lelaki itu... mengingatkanku pada seseorang saat kecil dulu. Tapi siapa? Apa mungkin aku saja yang terlalru berlebihan? Kenapa juga aku melihat lelaki itu? Tidak menarik sama sekali! Ucapku dalam hati. Kemudian aku menutup gorden jendela kamarku dan berbaring di kasurku yang empuk. Tiga bulan lagi aku akan kembali ke Amerika. Hemm, waktu itu terasa sangat singkat. Aku masih kangen sekali dengan Indonesia. Aku pun memejamkan mata dan tidur.

Dua bulan berlalu dengan begitu cepat. Aku dan supirku, yang bernama Roni, kini juga semakin dekat. Ternyata Roni ini orang yang sangat asik untuk diajak ngobrol. Dia berilmu pengetahuan yang luas. Bahkan ada yang aku tidak tahu, tapi dia tau. Semakin lama aku mengenalnya, semakin nyaman aku ada disampingnya. Setiap dekat Roni, aku merasa memang sudah kenal dekat dengannya. Sampai akhirnya, aku tahu bahwa aku jatuh cinta pada supirku sendiri. Tapi aku merasa aku tidak salah menyukainya. Karena aku selalu merasa dekat dengannya dari dulu. Jauh sebelum aku di Amerika. Ada apa ini?

Hingga malam itu, Roni pamit pulang kampung karena ibunya sakit keras. Karena bosan di rumah, akhirnya aku meminta orangtuaku mengijinkan aku ikut dengan Roni ke kampungnya. Aku ingin menikmatik pemandangan disana. Karena Roni bilang, di kampungnya masih banyak hamparan sawah. Tadinya Mama tidak mengijinkanku. Dia takut aku kenapa-napa. Tapi, setelah aku bilang Roni akan menjagaku, akhirnya Mama setuju. Aku pun akhirnya ikut Roni ke kampungnya.

, tapi ak

Sekitar jam lima pagi aku sudah sampai dikampungnya Roni. Baru jam lima saja, banyak penduduk yang sudah beraktifitas. Kebanyakan petani sudah mulai turun ke sawah. Benar sekali. Kampung Roni benar-benar indah pemandangannya. Mataku ini disajikan pemandangan alam yang luar biasa. Tiba-tiba aku teringat, sepertinya dulu aku pernah melihat pemandangan seperti ini. Setelah kupikir-pikir, mungkin itu hanya bayanganku saja.

Rumah Roni, sama dengan rumah penduduk lainnya. Tidak kecil dan tidak besar. Saat disuruh menemui ibunya, aku lebih memilih untuk duduk di teras rumahnya. Adik perempuan Roni segera membuatkan minuman untukku.

“Mbak ini siapa?” tanya adik Roni itu. “Saya majikannya Roni”jawabku ramah. Adik Roni hanya berOh kemudian masuk ke dalam rumahnya. Roni bilang hanya seminggu kita disini. Sebenarnya, aku ingin sekali berlama-lama disini tapi, itu tidak mungkin. Roni tidak bisa meninggalkan kuliah dan pekerjaannya. Aku juga tidak mungkin meninggalkan Mama dan Papa. Tujuanku kembali ke Indonesia kan bukan untuk ini. tujuanku untuk oragtuaku. Tapi sekarang, aku malah meninggalkan mereka lagi. Tapi tidak apa-apa, walau begitu aku senang berada di kampung Roni ini.

Setelah beberapa hari disini, aku jadi semakin akrab dengan Roni. Dia mengajakku bertani, mengambil air di sumur, memeras susu sapi dan lain-lain. Aku juga semakin terbiasa dengan pekerjaan itu. Melihat Roni.. aku kembali melihat masa kecilku yang.. aku juga sebenarnya tidak ingat dengan masa kecilku dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak asing lagi dengan semua ini. Roni, ibunya, kampung ini, kegiatan-kegiatan ini.. benar-benar tidak asing bagiku. Aku sendiri juga bingung dengan apa yang kurasakan. Apa sebenarnya ini? tanyaku dalam hati.

Sekarang adalah hari terakhirku dan Roni ada di kampung ini. malamnya, Roni mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu.. juga tidak asing bagiku. Danau dengan berjuta kunang-kunang ini, sangat jarang ditemukan di Jakarta. Malah aku yakin, tidak ada tempat seindah ini di Jakarta. Kemudian Roni membawaku ke sebuah pohon yang besar. Pohonnya terlihat sudah berumur. Disana ada tulisan Roni Dan Vega Forever. Aku terkejut dengan ukiran tulisan itu. Aku tidak pernah mengukir nama itu di pohon. Sama sekali tidak pernah. Tapi, kenapa ada tulisan itu? Namaku dan Roni? Ada apa sebenarnya ini?

Kemudian Roni mengajakku duduk di sebuah batu besar. Roni memulai percakapan.

“Kamu tau kenapa ada tulisan nama kita di pohon itu?”tanyanya sambil menunjuk kearah pohon besar tadi. Aku hanya menggeleng bingung.

“Dulu.. waktu kita kecil, kamu pernah tinggal disini. Pak Broto adalah juragan sawah disini. Sawah yang kamu liat itu.. sebenarnya kebanyakan punya kamu. Saat kamu SMA, kamu dan keluargamu pindah ke Jakarta. Mungkin Pak Broto ingin anak semata wayangnya ini sekolah sebaik mungkin. Makanya dia pndah ke Jakarta” jelas Roni. Aku semakin bingung dengan penjelasan Roni.

“Waktu kita SMP, kita ngukir nama kita di pohon itu. Dan di tempat inilah pertama kita bertemu dan berpisah. Aku yakin, aku mikir kampung ini tidak asing lagi bagi kamu kan? Karena kamu pernah ada disini” sambung Roni. Aku hanya menganga kaget mendengar ucapan Roni.

“Tapi, kenapa aku nggak bisa nginet masa kecil itu? Kampung ini emang nggak asing lagi bagi aku, tapi aku nggak bisa inget tempat ini, Ron” tanyaku bingung pada Roni. Roni tersenyum padaku.

“Waktu kita kelas tiga SMP, sesuatu terjadi sama kamu. Kamu kecelakaan dan dokter bilang, kamu nggak bisa nginget masa yang udah dulu banget. Aku sedih banget, Ga. Karena aku itu kan masa lalu kamu dulu. Apalagi saat aku tau ternyata kamu sekolah di Amerika. Saat itu.. aku bener-bener ngerasa kehilangan kamu. Sampai akhirnya aku ke Jakarta dan kerja di rumah kamu. Disana aku selalu liat foto-foto kecil kamu. Mama kamu juga majang foto saat kita berdua. Kita berpelukan sambil tertawa. Kita bahagia waktu itu” jawab Roni tersenyum bahagia.

Aku mulai ngerti dengan semua ini. roni.. pantes saja aku sudah tidak asing lagi dengannya. Ternyata.. dialah teman baikku sejak kecil. Kemudian aku tertawa. Mengingat betapa culunnya pasti aku saat mengukir tulisan di pohon itu. Kita berdua masih belum mengerti sama sekali apa arti tulisan itu.

“Setelah pindah, aku juga ngerasa ada yang hilang, Ron. Sampe sekarang pun, aku nggak pernah pacaran sama orang lain. Karena aku belum nemuin cinta aku. Tapi... setelah dekat kamu, ternyata aku nyaman. Dan ternyata.. kamu cinta aku, Ron” ucapku malu-malu. Kemudian Roni memelukku. Pertama aku kaget dengan pelukan itu. Tapi, pelukan itu yang selama ini aku nantikan.

Dua bulan lebih, aku berada di Jakarta. Setelah pulang dari kampung, aku menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Mereka berterima kasih pada Roni karena telah mengingat kembali masa yang telah hilang dari ingatanku. Akhirnya mereka bersedia menanggung biaya kuliah Roni dan menyuruh Roni fokus pada kuliahnya saja. Biaya berobat ibuya juga ditanggung denga orangtuaku. Aku dan Roni juga semakin dekat.

Hingga akhirnya, aku harus kembali ke Amerika. Sedih hatiku meninggalkan semuanya termasuk Roni. Sahabat baikku dari kecil itu... aku harus meninggalkannya. Tiba-tiba aku merasa separuh hatiku hilang lagi. Meninggalkan Roni.. bukan ini yang ku mau. Tapi apa dayaku? Meninggalkannya memang sudah harus kulakukan. Aku sendiri yang meminta meneruskan study di Amerika.

Roni dan kedua orangtuaku mengantar aku sampai Bandara Soekarno Hatta tempat pertama kali aku bertemu Roni dulu. Tangisan sudah pasti menghiasi suasana hari itu. Aku juga memeluk Roni. Aku benar-benar tidak ingin berpisah darinya. Tapi.. yasudahlah.

“Nanti kita ketemu lagi kan?” tanyaku pada Roni.

“Pasti! Aku janji sama kamu, aku nggak akan khianati cinta kita berdua” jawab Roni sambil membelai rambutku. Kemudian aku memeluk Roni lagi. Maaf Roni, untuk ingatan lupaku padamu dulu, ucapku dalam hati sambil menitikkan air mata.

Dua tahun di Amerika, aku jadi benar-benar kangen sama Roni. Kira-kira sedang apa dia disana? Akhirnya aku putuskan untuk menulis surat padanya. Berharap dia akan cepat membalas surat kangenku ini padanya.

Dear My Love,

Roni

Kamu apa kabar disana? Aku harap kamu baik-baik aja ya.

Ron, sumpah aku kangen banget sama kamu. Aku harus nunggu dua tahun lagi supaya bisa ketemu kamu, Ron. Kamu belum ingkarin janji kamu kan? Janji yang bilang kamu nggak akan khianati cinta kita. Aku disini akan selalu sabar nunggu waktunya tiba. walaupun, saat awan disini kelabu dan disana terang, aku pasti akan selalu ingat kamu. Dan walaupun tanah yang kita pijak berbeda, kita akan tetap bersama kan?

I miss you so Roni. Jaga kedua orangtuaku ya.

Love you
Vega

And I
I want to share
All my love with you
No one else will do…
And your eyes
They tell me how much you care
You will always be
My endless love..

Glee-My Endless love

Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/06/cerpen-romantis-kenangan-yang-hilang.html#ixzz2NxITSuX4

Kamis, 07 Maret 2013